Shirley Chisholm adalah seorang politisi dan aktivis hak-hak sipil asal Amerika Serikat yang menjadi tokoh penting dalam sejarah politik Amerika, terutama dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan minoritas. Ia dikenal sebagai perempuan Afrika-Amerika pertama yang terpilih menjadi anggota Kongres Amerika Serikat pada tahun 1968, mewakili negara bagian New York.
Saat Shirley Chisholm terpilih sebagai anggota Kongres Amerika Serikat pada tahun 1968, sudah ada beberapa perempuan lain yang sebelumnya pernah terpilih sebagai anggota Kongres. Namun, perempuan yang terpilih masih sangat sedikit, dan kebanyakan dari mereka adalah perempuan kulit putih.
Perempuan pertama yang pernah terpilih sebagai anggota Kongres adalah Jeannette Rankin dari Montana, yang memenangkan pemilihan pada tahun 1916, bahkan sebelum perempuan Amerika mendapatkan hak suara secara nasional pada tahun 1920. Sejak saat itu, beberapa perempuan lain berhasil masuk Kongres, tetapi jumlahnya tetap sangat terbatas, dan tidak ada perempuan Afrika-Amerika yang terpilih hingga Chisholm.
Jadi, Shirley Chisholm adalah perempuan Afrika-Amerika pertama dalam Kongres dan satu-satunya perempuan dari kelompok minoritas pada masa itu, sehingga dia menghadapi banyak tantangan tambahan terkait rasisme dan seksisme.
Pada tahun 1972, Shirley Chisholm membuat sejarah lagi sebagai perempuan Afrika-Amerika pertama yang mencalonkan diri sebagai kandidat Presiden dari Partai Demokrat. Meskipun ia tidak memenangkan nominasi, keberaniannya mencalonkan diri telah membuka jalan bagi banyak politisi perempuan dan minoritas di Amerika Serikat. Chisholm terkenal dengan slogan kampanyenya, “Unbought and Unbossed” (yang berarti “Tidak Terbeli dan Tidak Dikuasai”). Ini mencerminkan prinsipnya yang kuat dalam memperjuangkan keadilan sosial, kesetaraan, dan hak asasi manusia.
Apa saja Tantangan Politik yang dihadapi Shirley Chisholm ?
Shirley Chisholm lahir pada 30 November 1924 di Brooklyn, New York, dari keluarga imigran asal Karibia. Ayahnya berasal dari Guyana, dan ibunya dari Barbados. Pada usia 5 tahun, Chisholm dikirim ke Barbados untuk tinggal bersama neneknya. Pengalaman ini sangat mempengaruhi dirinya; ia selalu berkata bahwa pendidikan yang ia dapatkan di sana memberikan dasar yang kuat bagi perkembangan kariernya. Dia kembali ke New York pada usia 10 tahun.
Shirley Chisholm menempuh pendidikan di Girls’ High School di Brooklyn dan kemudian melanjutkan ke Brooklyn College, di mana ia lulus dengan gelar dalam bidang Sosiologi dan Ilmu Politik pada tahun 1946. Selama masa kuliahnya, Chisholm sudah menunjukkan minat besar pada isu-isu keadilan sosial, dan ia aktif dalam berbagai kegiatan kampus serta organisasi yang fokus pada hak-hak sipil.
Setelah lulus, Chisholm bekerja sebagai guru dan melanjutkan pendidikannya di Columbia University, di mana ia memperoleh gelar master dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Dia bekerja sebagai konsultan pendidikan anak dan administrator di berbagai lembaga di New York sebelum terjun ke dunia politik.
Pada tahun 1964, Chisholm memasuki dunia politik dengan terpilih menjadi anggota Majelis Negara Bagian New York, di mana ia menjadi perempuan kulit hitam pertama yang menduduki posisi tersebut. Empat tahun kemudian, pada 1968, ia membuat sejarah sebagai perempuan Afrika-Amerika pertama yang terpilih sebagai anggota Kongres Amerika Serikat, mewakili distrik ke-12 di Brooklyn. Sebagai anggota Kongres, ia memperjuangkan berbagai isu, seperti hak-hak perempuan, perawatan kesehatan, pendidikan, dan program kesejahteraan masyarakat.
Namun, Chisholm menghadapi banyak tantangan sepanjang karier politiknya. Sebagai perempuan kulit hitam di dunia politik yang didominasi pria kulit putih, ia sering mengalami diskriminasi dan marginalisasi.
Sebagai perempuan Afrika-Amerika pertama di Kongres, Chisholm sering menjadi sasaran rasisme. Rekan-rekan kerjanya yang berkulit putih sering memandang rendah atau meremehkan dirinya, bahkan mengucilkannya dari diskusi dan keputusan penting. Dia juga kerap mendapat perlakuan dingin atau sikap tak bersahabat dari beberapa anggota Kongres yang merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.
Chisholm tidak hanya menghadapi rasisme, tetapi juga seksisme yang mendalam di dunia politik, yang pada masa itu didominasi oleh laki-laki. Banyak politisi laki-laki, termasuk dari partainya sendiri, meremehkan kemampuannya atau menganggapnya tidak serius. Ia pernah mengatakan bahwa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin lebih parah dan sulit diatasi dibandingkan diskriminasi rasial. Sebagai perempuan, ia sering dianggap tidak pantas untuk memimpin atau berbicara dalam hal-hal yang dianggap “urusan pria”.
Ketika pertama kali masuk Kongres, Chisholm ditempatkan di Komite Kehutanan, posisi yang dianggap tidak sesuai dan tidak relevan bagi kepentingan konstituennya di distrik Brooklyn yang perkotaan. Penempatan ini dilihat sebagai upaya untuk membatasi pengaruhnya dan meminggirkannya dari isu-isu penting. Chisholm dengan tegas menolak posisi tersebut dan berjuang keras untuk dipindahkan ke Komite Pendidikan dan Tenaga Kerja, yang lebih relevan dengan kepentingan konstituennya.
Saat mencalonkan diri sebagai kandidat presiden dari Partai Demokrat pada 1972, Chisholm menghadapi hambatan besar dari partainya sendiri. Banyak anggota Partai Demokrat, termasuk laki-laki kulit hitam, tidak mendukung pencalonannya karena mereka meragukan kemampuannya atau tidak ingin seorang perempuan Afrika-Amerika memimpin. Chisholm bahkan mengatakan bahwa ia sering merasa lebih didiskriminasi sebagai perempuan daripada sebagai orang kulit hitam.
Sepanjang karier politiknya, terutama selama kampanye presiden, Chisholm menerima banyak ancaman dan pelecehan, baik secara verbal maupun dalam bentuk ancaman fisik. Dia sering dikritik dan dihina secara terang-terangan oleh media dan lawan-lawan politiknya, yang berusaha mendiskreditkannya sebagai perempuan kulit hitam yang berani bersuara di panggung nasional.
Dalam kampanye presidennya, Chisholm juga menghadapi tantangan finansial yang besar. Banyak donatur besar menolak mendukung kampanyenya karena mereka menganggapnya tidak punya peluang atau hanya “mengganggu” sistem. Dukungan finansial yang minim ini menjadi salah satu hambatan besar dalam kampanye presiden yang dijalaninya.
Meskipun menghadapi diskriminasi dari berbagai arah, Shirley Chisholm tetap teguh pada prinsip-prinsipnya. Ia menolak untuk diintimidasi oleh rasisme dan seksisme dan selalu berbicara lantang tentang isu-isu yang penting bagi masyarakat yang terpinggirkan.
Read: 7954 times!