…
Aku ingin mengajakmu masuk ke dalam dunia yang mungkin berbeda dari yang biasa kamu lihat. Dunia ini penuh dengan warna, suara, dan perasaan yang begitu kuat. Aku seorang anak autistik, dan begini rasanya hidup sebagai aku.
Dunia yang Terlalu Bising dan Terlalu Terang
Bayangkan kamu masuk ke sebuah ruangan dengan lampu yang sangat terang, hampir menyilaukan. Suara kipas angin berdengung kencang, orang-orang berbicara di sekelilingmu dengan suara yang bercampur menjadi satu, dan dari jendela, klakson mobil terus berbunyi. Mungkin bagi kebanyakan orang, ini hanya sekadar latar belakang. Tapi bagiku, semuanya terlalu keras, terlalu terang, terlalu banyak.
Telingaku menangkap suara-suara kecil yang mungkin tidak kamu sadari. Bunyi gesekan kertas, detik jam yang terdengar tajam, suara napas orang di sebelahku. Semua itu menyerangku seperti gelombang yang tak henti-hentinya. Aku ingin menutup telinga, bersembunyi, tapi orang-orang malah bertanya, “Kenapa menutup telingamu?” seolah-olah aku aneh.
Kadang aku menangis atau berteriak bukan karena aku ingin mengganggu, tapi karena tubuhku kewalahan. Jika aku tiba-tiba berlari menjauh dari keramaian, itu bukan karena aku tidak sopan, tapi karena aku merasa aku akan meledak jika tetap di sana.
Kata-Kata Itu Sulit
Aku ingin berbicara. Aku ingin memberi tahu kamu apa yang aku rasakan. Tapi kata-kata terasa seperti pasir yang berjatuhan dari jari-jariku—aku tidak bisa menggenggamnya dengan baik.
Terkadang, aku mengulang kata-kata yang kudengar dari film atau dari orang lain. Orang-orang menyebut ini “echolalia.” Aku bukan sedang bercanda atau meniru tanpa alasan, tapi aku menggunakan kata-kata itu karena aku tidak tahu bagaimana menyusun sendiri apa yang ingin kukatakan.
Saat aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat, aku mungkin menangis atau menjadi frustrasi. Aku ingin kamu mengerti, tapi dunia terasa seperti berbicara dalam bahasa yang sulit kupahami.
Sentuhan yang Terlalu Kuat atau Terlalu Lembut
Ketika seseorang menyentuhku, aku bisa merasakan segalanya dengan begitu kuat. Jika kamu tiba-tiba memegang tanganku, rasanya seperti ada aliran listrik yang mengejutkan tubuhku. Jika pelukanmu terlalu erat, aku bisa merasa sesak. Tapi, ada kalanya aku ingin merasakan tekanan, seperti selimut berat yang menenangkanku.
Sebaliknya, ada hari-hari di mana aku tidak merasakan sentuhan dengan baik. Aku mungkin menyentuh sesuatu berulang kali atau menekan tubuhku sendiri ke dinding untuk merasakan batas tubuhku. Aku bukan mencari perhatian—aku hanya mencoba memahami tubuhku sendiri.
Rutinitas adalah Penyemangatku
Kamu mungkin berpikir aku keras kepala atau kaku ketika aku ingin semuanya tetap sama setiap hari. Tapi rutinitas adalah jangkar yang membuat dunia terasa lebih bisa diprediksi. Jika sesuatu tiba-tiba berubah—misalnya, jalan ke sekolah berbeda karena ada perbaikan jalan—aku bisa panik. Bukan karena aku ingin membuat masalah, tapi karena otakku perlu waktu untuk memproses perubahan itu.
Jika aku makan makanan yang sama setiap hari, itu bukan berarti aku bosan. Justru sebaliknya, aku merasa aman. Rasa, tekstur, dan aroma makanan yang sudah kukenal membantuku merasa nyaman di dunia yang sering kali kacau.
Saat Orang Tidak Memahamiku
Ada saat-saat di mana aku dipaksa melakukan sesuatu yang tidak bisa kulakukan dengan mudah. “Tatap mata saya!” kata seorang guru. Tapi bagiku, menatap mata seseorang terasa seperti melihat matahari secara langsung—terlalu menyilaukan, terlalu intens. Aku bisa mendengarkanmu lebih baik jika aku melihat ke arah lain, tapi kamu menganggap aku tidak sopan atau tidak memperhatikan.
Ketika aku bermain dengan anak-anak lain, sering kali aku tidak memahami aturan sosial yang tidak tertulis. Aku mungkin berbicara terus tentang hal yang kusukai tanpa menyadari bahwa orang lain tidak tertarik. Aku mungkin ingin bermain dengan cara yang menurutmu aneh—misalnya, menyusun mobil-mobilan berdasarkan warna alih-alih menjalankannya seperti balapan. Aku tidak bermaksud mengabaikan orang lain, aku hanya memiliki cara bermain yang berbeda.
Saat aku mengalami meltdown—mungkin menangis, berteriak, atau mengguncang tubuhku—aku membutuhkan ruang untuk menenangkan diri. Tapi sering kali, orang-orang marah, memaksaku untuk “berhenti bersikap kekanak-kanakan.” Padahal, aku tidak memilih untuk merasa kewalahan. Aku butuh tempat yang tenang, bukan kemarahan atau hukuman.
Hal yang Membuatku Bahagia
Meskipun dunia sering kali terasa sulit, ada banyak hal yang membuatku bahagia. Aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam dengan sesuatu yang kusukai—misalnya, menyusun puzzle, menggambar pola berulang, atau membaca tentang topik favoritku. Aku merasa damai dalam rutinitas dan keunikan dunia kecilku.
Aku juga bisa sangat peka terhadap emosi orang-orang di sekitarku, meskipun aku tidak selalu tahu bagaimana menanggapinya dengan cara yang biasa. Aku bisa merasakan jika seseorang sedang sedih, meskipun aku mungkin tidak tahu harus berkata apa.
Ketika seseorang mencoba memahami duniaku—tidak memaksaku berubah, tapi mencoba berjalan bersamaku di jalanku—aku merasa diterima. Aku tidak butuh orang untuk mengasihani aku. Aku hanya ingin dimengerti.
Bagaimana Kamu Bisa Membantu?
Jika kamu ingin membantuku, cobalah melihat dunia dari caraku melihatnya. Jangan paksa aku untuk menjadi seperti orang lain—sebaliknya, cobalah mencari cara agar aku bisa berinteraksi dengan dunia dengan nyaman.
- Jika aku menutup telinga atau butuh tempat tenang, jangan paksa aku untuk tetap di lingkungan yang terlalu bising.
- Jika aku sulit berbicara, beri aku waktu. Jika aku menggunakan cara lain seperti menulis atau menunjuk gambar, itu tetap komunikasi.
- Jika aku mengalami meltdown, jangan marah. Aku tidak sengaja membuatmu kesal. Aku hanya butuh waktu untuk merasa aman lagi.
- Jika aku sangat tertarik pada sesuatu, biarkan aku berbagi. Aku mungkin berbicara panjang lebar tentang dinosaurus atau luar angkasa, dan meskipun kamu tidak tertarik, menunjukkan bahwa kamu mendengarkan bisa membuatku merasa dihargai.
Aku bukan sekadar anak yang “berbeda.” Aku adalah aku, dengan caraku sendiri memahami dunia. Jika kamu bisa menerimaku seperti aku adanya, maka dunia akan menjadi tempat yang jauh lebih indah—untukku, dan juga untukmu.
Read: 47 times!