Ramadhan; antara Iman, Harap, dan Amal

Lets Share:

Alhamdulillah wa syukrulillah, kita kembali dipertemukan Allah dengan bulan agung dan mubarak; Ramadhan. Hal ini harus kita syukuri sebagai salah satu nikmat-Nya yang besar, karena itu artinya kita masih diberikan kesempatan untuk mendapatkan kebaikan kebaikan Ramadhan.

Allah swt telah mewajibkan kita berpuasa dengan tujuan akhir agar kita menjadi insan yang bertaqwa dan kewajiban puasa ini adalah kewajiban yang pernah di jalankan umat lain juga, sebagaimana firman-Nya,

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Al Baqarah : 183)

Melalui ayat ini kita melihat, Allah memanggil ummat Islam dengan sebutan yang khusus, Hai orang-orang yang beriman. Jika kita kaji lebih dalam, panggilan puasa ini memang  pada hakikatnya menyentuh sisi keimanan kita ; hal ini agar kita mau dan mampu menjawab kewajiban puasa ini serta konsisten dalam pelaksanaannya agar tercapai tujuan ibadah puasa itu sendiri ; yaitu meraih taqwa.  Panggilan beriman ini sebagiannya menjawab fenomena ketika ada seorang Muslim tidak berpuasa padahal dia seharusnya wajib puasa, sebab dia tidak berusia lanjut, tidak sakit, tidak musafir, dan tidak haid (untuk wanita). Artinya, ketika faktor keimanan seseorang lemah, maka dia bisa meninggalkan kewajiban puasa tanpa alasan yang dibenarkan syariat, bahkan meski secara fisik dia telihat kuat dan bugar. Sangat disayangkan, kondisi ini mudah terlihat di Indonesia dan tanpa adanya sanksi khusus, kecuali di beberapa daerah yang telah menerapkan Perda syariah.  Sanksi khusus ini menurut hemat penulis penting untuk mulai digagas dan diterapkan agar kita mampu membangun nuansa Ramadhan dengan suasana yang lebih khidmat dan khusyu. Hal ini terlebih lagi karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk Muslim (87 %) dan merupakan yang terbesar di dunia sehingga sudah seharusnya suasana keberagamaan masyarakat Muslim mendapat perhatian penuh, termasuk untuk membangun nuansa Ramadhan yang kondusif dan menyenangkan.

Sebagai ilustrasi, Indonesia adalah negara ke-4 terbesar di dunia dengan jumlah penduduk mencapai 273,5 juta jiwa (data 2020) dan merupakan negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, yaitu 86,9 % atau setara dengan 237,53 juta jiwa penduduk Muslim (data per 31 Desember 2022). Memang data ini harus dibreakdown lagi agar kita mendapatkan jumlah penduduk Islam Indonesia yang merupakan angkatan muda atau usia produktif atau dalam bahasa agama sudah masuk usia baligh dan karenanya dia wajib berpuasa. Jika perkiraan kasar kita ada di angka 60 % saja, maka seharusnya ada 142,52 juta jiwa penduduk Muslim di Indonesia saat ini yang terkena kewajiban puasa.

Selain panggilan Allah swt yang secara khusus mengatakan hai orang-orang yang beriman untuk meminta mereka berpuasa, Rasul saw menyinggung faktor keimanan juga dalam sebuah haditsnya yang masyhur.

Siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan penuh harap (pahala) dari Allah, maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat, dan siapa melakukan qiyamullail di bulan Ramadhan karena iman dan penuh harap (pahala) dari Allah, maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat, dan siapa yang melakukan qiyamul lail pada malam-malam lailatul qadar karena iman dan penuh harap (pahala dari Allah,  maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lewat hadits ini, kita melihat Rasul saw meletakkan faktor iman sebagai awal sebab datangnya ampunan Allah. Artinya keimanan yang seharusnya menjadi sebab seseorang melakukan puasa, dan dengan ketaatannya itu, dia berharap Allah akan memberikan balasannya (pahala). Dengan kata lain, hadis ini seolah mengisyaratkan ketika seseorang sanggup tidak berpuasa tanpa uzur syar’i, maka itu artinya keimanannya lemah dan lebih jauh dia tidak berharap Allah akan ampunkan dosa-dosanya di bulan yang penuh ampunan ini.

Rasa harap yang dikatakan Rasul saw dalam hadits ini sesungguhnya merupakan fitrah manusia. Dimana setelah ketika kita beramal shaleh, secara fitrah, kita mengharapkan adanya balasan. Namun tentu saja, balasan yang seorang Mukmin harapkan dari amal-amalnya, termasuk amal puasa, hanyalah balasan dari Allah swt semata. Begitu besarnya balasan orang yang berpuasa sampai Rasul saw mengatakan Allah swt akan mengampuni dosa-dosa seseorang yang telah lalu, jika dia melakukan puasanya semata karena Allah swt.

BACA:  Menggapai Keberkahan Nikmat Waktu

Rasa harap seseorang  yang puasa untuk mendapatkan balasan Allah swt yang besar ini, yaitu agar diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, pada penerapannya harus bertemu dengan rasa cemas ; yaitu rasa cemas jika Allah swt tidak menerima puasanya dan karenanya dia tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan haus. Sebab, hal ini juga telah di syaratkan Rasul saw; Siapa yang berpuasa tetapi dia tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan jahil, maka Allah tidak butuh terhadap perbuatannya, yaitu meninggalkan makanan dan minuman.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits yang lain, secara khusus Rasulullah berpesan, Sesungguhnya puasa itu bukan hanya menahan diri dari makan dan minum saja, tetapi puasa yang sebenarnya adalah menahan diri dari laghwu (ucapan sia-sia) dan rafats (ucapan kotor), maka bila seseorang mencacimu atau berbuat tindakan bodoh kepadamu, katakanlah ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’. (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)

Hanya saja, kadang ada pemikiran yang keliru tentang masalah dusta atau marah ketika berpuasa, yaitu anggapan bahwa ketika seseorang melakukannya, maka otomatis puasanya menjadi batal. Hal itu tidak benar. Sebab, melakukan perbuatan di atas tidak serta merta membatalkan puasanya, melainkan yang batal adalah pahalanya. Artinya, puasanya tetap sah, tetapi pahalanya telah berkurang, atau bahkan mungkin telah hilang, sebagaimana perkataan Rasul saw, Berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi dia tidak mendapatkan apa-apa, kecuali hanya haus dan lapar.” (HR Bukhari Muslim)

Amal sebagai Payung Ramadhan

Rasul saw—dalam sebuah hadits yang panjang dari Salman al Farisi, telah menjelaskan tentang keberkahan-keberkahan yang terdapat di bulan agung ini.  Menurut riwayat, Rasul saw menyampaikan pesan ini di akhir bulan Sya’ban. Hadits ini sekaligus menjadi tuntunan kita dalam beramal di Bulan Ramadhan ini. Sebab, rasa syukur kita karena kita telah dipertemukan kembali dengan Ramadhan-Nya, harus direfleksikan dalam bentuk melakukan banyak amal shaleh (sebagaimana yang Rasul saw ajarkan), agar puasa Ramadhan kita mendapat nilai utama di sisi Allah dan agar ada efek puasa bagi diri kita pribadi, yaitu membentuk kita menjadi insan yang bertaqwa.

Karenanya, hadis panjang (yang berisi delapan tuntunan Nabi saw) ini penting kita pelajari, agar secara maknawiyah (mental) kita bisa mempersiapkan diri dan mengamalkannya semaximal mungkin untuk meraih nilai taqwa tersebut. Rasul saw bersabda, ‘Hai sekalian manusia, sungguh akan datang pada kalian bulan agung, bulan mubarak,

Pertama, Bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Sebagaimana kita tahu, ada malam Lailatul Qadr di dalam bulan Ramadhan. Ini adalah kasih sayang Allah yang besar bagi Ummat Muhammad saw yang rata-rata berusia pendek, yaitu sekitar 60-an tahun, terlebih jika dibandingkan usia ummat nabi Allah yang lain. Namun, dengan kemuliaan malam ini, kita bisa memiliki nilai amal shaleh yang tidak kalah dengan ummat nabi Allah lainnya. Sebab, nilai 1000 malam yang terdapat di malam Lailatul Qadar setara dengan 83 tahun. Artinya ketika seseorang mendapatkan kemuliaan malam itu, dia seolah telah mendapatkan usia amal ibadah selama 83 tahun, meski mungkin usia fisiknya tidak sampai. Namun tentu saja, malam Lailatul Qadr tidak bisa kita dapatkan kecuali dengan sungguh-sungguh mencarinya di 10 malam terakhir Ramadhan dalam ibadah sunnah itikaf. Pembahasan tentang malam Lailatul Qadr ini akan kita bahas dalam tulisan berikutnya, insya Allah.

Kedua, Bulan yang Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai kewajiban dan Qiyam pada malam harinya sebagai amalan sunnah.

Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam. Artinya, seorang Mukmin tidak boleh meninggalkan ibadah ini tanpa udzur syar’i.  Bahkan, jika seseorang secara terang-terangan mengingkarinya, maka para Ulama mengatakan, batal-lah ke-Islamannya. Karena itu, sungguh sangat disayangkan jika masih ada sebagian ummat yang belum memahami urgensi puasa Ramadhan ini.

Allah swt juga menjadikan amalan shalat malam sebagai amalan sunnah yang khusus ada di bulan ini. Shalat malam khusus yang terdapat di Bulan Ramadhan ini, yang kita kenal dengan istilah Shalat Tarawih, sesungguhnya merupakan satu keistimewaan yang hanya terdapat di Bulan Ramadhan. Makna Terawih secara bahasa adalah istirahat.

Apa maksud istirahat disini? Dikatakan Tarawih karena orang yang melaksanakan shalat sunah di malam Bulan Ramadhan beristirahat sejenak di antara 2 kali salam. Hukum melaksanakan shalat terawih ini sendiri adalah sunah muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan). Dimana hikmah kita melakukan shalat malam di setiap malam di Bulan Ramadhan adalah agar kita terbiasa melakukannya kelak di bulan lain di luar Bulan Ramadhan. Adapun jumlah rakaatnya dalam penerapannya bisa berbeda. Bisa dilaksanakan 8 rakaat dengan witir 3 rakaat atau lebih. Karena ini adalah shalat sunnah yang bisa dilaksanakan sesuai dengan kesanggupan kita masing-masing.  Saat ini di Masjidil Haram, Mekkah, Imam bahkan melaksanakan Shalat Terawih dalam 38 rakaat dan 3 witir, yang artinya total 41 rakaat.

BACA:  Hikmah Puasa Ramadhan

Ketiga, Siapa yang mendekatkan diri kepada Allah dengan satu amalan wajib, maka dia seperti menunaikan 70 kewajiban di bulan-bulan lainnya.

Ramadhan adalah bulan bonus. Bulan dimana Allah swt melipatgandakan nilai semua amal kebaikan. Ini adalah salah satu bonus yang Allah swt berikan kepada kita; dimana amalan shalat lima waktu kita di bulan ini (amalan shalat fardhu) setara dengan nilai shalat 70 x lipatnya di luar Bulan Ramadhan. Selain itu, amalan shalat sunnah rawatib di bulan ini nilainya setara dengan nilai shalat wajib kita di luar Bulan Ramadhan. Perhatikan bagaimana Allah swt memberikan ilustrasi yang sangat indah dan jelas, yaitu dengan memberikan besaran angka 70 x lipat, hal ini agar akal kita mampu mencerna dan memotivasi kita untuk melaksanakannya.

Keempat, Ramadhan adalah bulan kesabaran dan balasan dari kesabaran adalah surga.

Berdasarkan hadis di atas, maka salah satu nama dari Ramadhan adalah Syahrul Shabrun ‘Bulan Kesabaran’.  Hakikat puasa salah satunya memang untuk membentuk diri menjadi pribadi yang  sabar.  Sebab, hanya mereka yang mampu menahan dirinya dari rasa marah, atau menahan diri dari berkata dusta atau bergunjing ketika berpuasa, yang akan mendapatkan salah satu nilai hakiki puasa: menjadi pribadi yang sabar.

Akhlak sabar adalah salah satu akhlaq utama dalam Islam dan tentu saja, untuk menjadi pribadi yang sabar, tidak bisa didapatkan begitu saja, tetapi harus melalui proses yang panjang. Puasa adalah salah satu sarana kita untuk membentuk mental kita menjadi pribadi sabar.

Selain itu, amalan melaksanakan shalat sunnah (baik itu shalat rawatib ataupun terawih atau tahajjud) dan amalan menahan diri dari rasa amarah dan berkata bohong yang terus dilakukan selama 30 hari (1 bulan) insya Allah akan membentuk diri kita memiliki akhlak yang sabar atau setidaknya seharusnya ia akan mengurangi sebagian sifat pemarah dalam diri kita.

Bahkan, ilmu pengetahuan modern, melalui sebuah penelitian ilmiah membuktikan suatu hal akan menjadi kebiasaan, jika dilakukan secara kontinyu, dan latihan untuk mencapainya bisa didapatkan jika dilakukan terus menerus selama 30 hari (1 bulan).

Satu amalan ibadah mungkin awalnya akan terasa berat bagi jiwa, tetapi jika jiwa dipaksa  beramal (demi mencari ridha Allah), maka jiwa akan tunduk. Setelah tunduk, jiwa akan merasakan kebutuhan ibadah tersebut, bahkan akhirnya ia akan merindukan ibadah tersebut, karena ia telah merasakan kelezatan ibadah tersebut.

Kelima, Ramadhan Bulan Muwasah; bulan ditambahnya rizki seorang Mukmin.

Dengan kasih sayang-Nya, Allah swt menjanjikan Bulan Ramadhan adalah juga Bulan bertambahnya rizki bagi seorang Mukmin. Hadis ini menunjukkan betapa dekat rizki Allah bagi hambaNya yang yakin akan keberkahan Bulan Ramadhan, dengan tetap berikhtiar semakximal mungkin agar menjadi “sebab” turunnya janji Allah itu kepada kita. Bahkan kita melihat saat ini, bukan hanya Kaum Muslimin yang bertambah rizkinya di bulan ini, tetapi bahkan kaum non Muslim ikut merasakan, terutama mereka yang memiliki profesi sebagai pedagang, karena konsumsi dan belanja Ummat Islam bertambah di bulan ini.

Keenam, Siapa yang memberikan hidangan buka puasa bagi orang yang berpuasa, maka hidangan itu akan menjadi sebab datangnya ampunan atas dosanya dan penyelamat dari api neraka serta dia akan mendapatkan pahala orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.

Allah swt telah memberikan banyak bonus di Bulan Ramadhan ini dan memberikan banyak cara bagi kita untuk beramal; salah satunya dengan memberikan hidangan berbuka puasa bagi mereka yang berpuasa. Kita mensyukuri saat ini, hampir disetiap Mesjid, terlebih Mesjid Jami (Mesjid Besar) di Indonesia telah menyediakan makanan berbuka puasa. Tentu hal ini sangat menolong bagi kaum fakir miskin yang berpuasa atau bagi mereka yang masih dalam perjalanan ketika waktu berbuka puasa telah sampai. Di sisi lain, amalan ini merupakan “tantangan” bagi kita—terlebih khusus bagi mereka yang memiliki kelebihan harta, untuk bisa mendidik jiwa kita sedermawan mungkin, agar harta kita menjadi salah satu sebab datangnya ampunan Allah swt di bulan mulia ini.

BACA:  The Highest Love

Ketujuh, Ramadhan bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan)  dan akhirnya dihindarkan dari api neraka. Maka, perbanyaklah melakukan 4 hal; 2 diantaranya membuat Rabb kalian ridha dan 2 lainnya hal yang kalian butuhkan. Dua yang pertama memperbanyak kalimah syahadah: Laa ilaha ilaLlah dan beristighfar, sedangkan dua lainnya memohon surga-Nya dan dihindarkan dari api neraka-Nya.

Bulan Ramadhan adalah bulan kasih sayang-Nya. Pesan Rasul saw di atas jelas telah menjelaskan hal tersebut; dimana 10 hari pertamanya adalah hari-hari yang penuh rahmat, 10 hari kedua adalah hari-hari dibukanya pintu ampunan, dan 10 hari terakhir, Allah swt menjanjikan itqum minnan naar, yaitu dibebaskannya seorang Mukmin dari api neraka-Nya.

Demikian besarnya rahmat Allah  swt dalam bulan mubarak ini. Untuk itu, seorang Mukmin sudah seharusnya berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat) dan dalam beramal shaleh untuk mendapatkan rahmat dan ampunanNya. Ini adalah bulan keberkahan, bulan yang penuh dengan naungan rahmat-Nya, bulan dimana kesalahan-kesalahan akan Allah swt ampuni, bulan dimana doa-doa akan diijabah, dan para malaikat akan bangga melihat manusia berlomba dalam ketaatan.

Itulah mengapa Rasul saw mengatakan, Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang pada bulan itu (Ramadhan) tidak mendapat rahmat Allah swt. (HR Ath-Thabarani)

Karena itu, jangan sampai kita tidak mendapatkan rahmat dan keberkahannya. Inilah bulan Ramadhan, dimana salah satu nama lainnya adalah Bulan Perjuangan (Syahrul Jihad); karenanya, mari kita berjuang untuk memperbanyak amal shaleh. Amal-amal yang kita persembahkan hanya untuk Allah; mari bersabar, beristigfar, membaca Qur’an, melaksanakan shalat malam, dan bersedekah. Mari kita raih keberkahan-Nya. Mari jadikan puasa sebagai benteng agar Allah berkenan mengkaruniakan taqwa kepada kita.

Kedelapan, Siapa yang memberikan minum orang yang berbuka puasa, maka kelak Allah akan memberinya minum dari telaga-Ku; minuman yang dengannya dia tidak akan pernah lagi merasakan kehausan, sampai dia masuk ke dalam surga.

Salah satu hikmah puasa adalah merasakan rasa lapar dan haus, dimana masih banyak saudara kita yang merasakannya di luar bulan Ramadhan, bahkan meski mereka tidak berpuasa. Atau di berbagai belahan bumi lainnya, betapa banyaknya Kaum Muslimin yang berpuasa dalam keadaan negerinya sedang berperang, seperti di Palestina atau Syuri’ah atau mereka yang sedang berada dalam pengungsian. Puasa membentuk diri kita menjadi pribadi yang memiliki rasa empati terhadap kesulitan saudaranya, membentuk diri kita menjadi Abdan Syakura; hamba yang mampu bersyukur atas nikmat-nikmatNya; yang dengan pribadi bersyukur itu, dia mampu membagi  rizkinya dengan saudaranya yang lain. Inilah mengapa dalam satu riwayat, Rasul saw dikatakan sebagai pribadi yang sangat pemurah di Bulan Ramadhan, sampai para sahabat ra. mengatakan pemurahnya Rasul saw di bulan ini laksana angin yang berhembus.

Akhirnya, mari kita senantiasa berdoa sebagaimana doa Rasul saw agar Allah swt berkenan memberikan kita kebaikan-kebaikan Ramadhan-Nya.

Allahumma sallimnaa li Ramadhana wa sallim Ramadhana lanaa waj’alhu minnaa mutaqabbalan. Ya Allah, selamatkan kami di bulan Ramadhan dan selamatkanlah Ramadhan dari (keburukan amal) kami dan jadikanlah setiap amal kami sebagai ibadah yang Engkau terima.

Bunda Azzam

Lets Share:

Leave a Reply