Alhamdulillah, saya akhirnya menulis kembali, kisah lanjutan pengalaman spiritual mereka yang menunaikan Haji. Setelah sebelumnya, saya menulis tentang pengalaman Almarhumah Mama, yang pergi Haji di usia 46 tahun pada tahun 2003 dan setelah sebelumnya selama 5 tahun, beliau terus berdoa dan berdoa agar Allah memudahkan jalannya untuk menunaikan ibadah haji.
Beberapa kisah yang akan saya ceritakan kembali di sini, saya dengar dari beberapa sumber, begitu indahnya kisah-kisah ini, dan semoga kita semua bisa mengambil hikmahnya.
Kisah pertama datang dari sahabat saya sendiri, sebut saja Ibu E, kami sama-sama menempuh S1 di Universitas Indonesia, hanya saja berbeda Fakultas, tetapi kami betemu dan beraktivitas bersama di Senat tingkat UI.
Senat UI mempertemukan kami dan bahkan menyatukan kami dalam persahabatan meski kami jarang bertemu. Setelah 1998 atau ketika masa jabatan kami selesai di senat, saya mulai jarang bertemu beliau. Saya lalu bertemu beliau kembali, kurang lebih di tahun 2004, ketika saya mulai S2 di kampus yang sama dan begitu juga beliau
Pertemuan tidak sengaja itu terjadi di depan halte UI Depok. Beliau bercerita beliau baru pulang Haji.
Hati saya mengharu biru mendengarnya, karena saya sudah pernah hampir berangkat tahun 2003, bersama orang tua. Awalnya Papa menginginkan semua anaknya berangkat, tapi karena adik saya menolak, (karena alasan tertentu) tawaran Papa untuk saya juga gugur.
Ketika akan saya melanjutkan studi, Papa menawarkan saya mau naik Haji atau mau S2? Saya langsung memilih naik Haji tapi entah mengapa akhirnya beliau berubah pikiran dan memaksa saya untuk melanjutkan sekolah lagi, tanpa mau mendengar kemauan saya.
Jadi saya bilang sama Sahabat dengan sedih, Aku juga tadinya mau naik Haji saja, tapi nggak boleh sama Papa. Uangnya hanya boleh untuk S2, naik Haji nanti saja kata Papa.
Sahabat saya ini tertawa. Aku juga begitu Ka, ini uang Papaku untuk aku kuliah lagi. Tapi aku masih dikasih pilihan. Jadi aku pilih naik Haji dan untuk S2 aku akan cari beasiswa. Jadi pas di sana aku doa minta beasiswa, Alhamdulillah Allah kasih.
Subhanallah. Saya bertambah haru biru. Memang Haji adalah panggilan-Nya semata dan sahabat saya ini sudah Allah panggil dan Allah balas pengorbanannya.
Kisah kedua saya dapatkan dari Almarhum Ustad Ahmad Sumargono atau biasa dikenal juga di kolega beliau dengan panggilan Bang Gogon.
Saya beruntung bisa mendengarkan ceramah beliau di Mesjid Raya kami (setelah sebelumnya saya melihat beliau beberapa kali hanya dari jauh dan dalam konteks acara politik). Tapi kehadiran beliau di Mesjid Raya kami sebagai Da’i, dan dalam suasana santai beliau berbincang bersama kami.
Pertemuan yang hanya sekali itu sangat membuat saya terkesan akan luasnya ilmu agama beliau, ketenangan, dan kharisma beliau. Saya rasa teman-teman di Partai Bulan Bintang harus merasa bangga memiliki seorang Politikus sekualitas beliau dan secara umum, beliau merupakan kebanggaan bagi Bangsa ini.
Tema Beliau malam itu adalah tentang arti Rindu Kepada Allah.
Beliau menjelaskan bagaimana kerinduan seseorang terhadap Allah mampu membuat seseorang terus mencari jalan untuk bersama Allah, termasuk di salah satu cabangnya adalah karena rindu kepada Allah, artinya seseorang rindu juga untuk datang mengunjungi rumahNya.
Jika materi semata adalah satu-satunya sarana seseorang untuk bisa datang kerumahNya, maka seharusnya setiap orang kaya bisa dan pasti naik Haji.Dan logika ini akan mengatakan orang miskin atau yang tidak mampu, pastilah tidak bisa naik Haji.
Namun kenyataannya tidak selalu begitu. Seringkali orang yang sangat rindu untuk datang itu justru orang yang tidak punya daya untuk datang. Tetapi Allah menjawab kerinduan mereka dengan caraNya sendiri.
Di kisah kedua ini, Ustad Ahmad Sumargono mengatakan rindu untuk datang ke Baitullah ini juga ada di sepasang suami istri yang sederhana, suaminya hanya seorang Guru. Secara logika matematika, masih jauh bagi mereka untuk bisa datang kerumahNya. Bahkan rumah mereka pun belum punya, masih mengontrak.
Namun rizki datang secara mendadak, suaminya mendapat harta warisan 40 juta. Suaminya lalu bertanya sama istrinya, Bu, dengan uang warisan ini bisa untuk kita naik Haji tapi artinya kita tidak akan bisa punya rumah. Bagaimana menurut Ibu?
Istrinya paham, sebenarnya sang suami maunya naik Haji, tapi tidak enak dengan istrinya, karena khawatir tidak bisa lagi punya harta untuk membelikan rumah. Hati saya mengharu biru mendengarnya. Uang hanya 40 juta dan bisa untuk naik Haji 2 orang? Jadi tahun berapa itu? Tapi semua Jama’ah Mesjid diam tidak ada yg bertanya.
Ustad Ahmad Sumargono lalu bilang, kira-kira kalau istri yang kurang shalehnya, kurang kuat imannya, pasti akan menjawab dengan dia ingin membeli rumah saja, baru nanti menabung lagi.
Tapi istri shalehah ini menjawab, Nggak apa-apa Pak, ayo kita naik Haji, disana nanti kita minta rumah sama Allah. #Subhanallah, indah sekali.
Dan berangkatlah suami istri ini dan disana salah satu doa mereka adalah meminta rumah.
Sekembali dari tanah suci, Allah menjawab doa mereka, yaitu dengan memberikan kemudahan pada suami istri tersebut dengan tiba-tiba adanya tawaran fasilitas cicilan rumah pada Guru-Guru dan suami ini termasuk yang mendapat tawaran tersebut. Allahu Akbar.
Sungguh Allah memampukan hamba yang diundang-Nya ke Baitullah.
Beberapa bulan setelah kedatangan beliau itu, Ustad Ahmad berpulang, semoga Allah mengampuni semua khilaf beliau, meluaskan kuburnya, dan menempatkannya di tempat yang terbaik disisiNya. Aamiin ya Allah …
- 27 September Hari Pariwisata Sedunia: Wonderland Indonesia - September 27, 2022
- Etika Bermedia Sosial: Belajar Dari Kasus Eko Kuntadhi dan Ning Imaz - September 19, 2022
- Saat Daniel Mananta Berdialog Dengan UAS: Merekat Luka Merajut Cinta - September 12, 2022